Friday, 6 May 2016

Inteligensi Embun Pagi

Engkaulah getar pertama,
yang meruntuhkan gerbang tak berujungku mengenal hidup..
Engkaulah tetes embun pertama,
yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara..
Engkaulah matahari firdausku,
yang menyinari kata pertama di cakrawala angkasa..

Kau hadir dengan ketiadaan..
Sederhana dalam ketidakmengertian..
Gerakmu tiada pasti..
Namun aku terus disini..
Mencintaimu..
Entah kenapa..

Engkaulah gulita yang memupuskan segala batasan dan alasan.
Engkaulah penunjuk jalan menuju palung kekosongan dalam samudra terkelam.
Engkaulah sayap tanpa tepi yang membentang menuju tempat tak bernama namun terasa ada.

Ajarkan aku,
Melebur dalam gelap tanpa harus lenyap..
Merengkuh rasa takut tanpa perlu surut..
Bangun dari ilusi namun tak memilih pergi..
Tunggu aku,
Yang hanya selangkah dari bibir jurangmu..

Engkaulah cahaya yang menyapu, lenyapkan segala jejak dan bayang.
Engkaulah bentangan sinar, yang menjembatani jurang antara duka mencinta dan bahagia terdera.
Engkaulah duka yang kudekap dalam gelap, saat bumi bersiap diri untuk selamanya lelap..

Andai kau sadar pelitamu..
Andai kau sadar hitamnya sepi di balik punggungmu..
Tak akan kau sayatkan luka demi menggarisi jarakmu dengan aku..
Karena kita satu..
Andai kau tau..

Engkaulah keheningan yang hadir sebelum segala suara.
Engkaulah lengang tempatku berpulang.
Bunyimu adalah senyapmu,
Tarianmu adalah gemingmu,
Pada bisumu..bermuara segala jawaban..
Dalam hadirmu,
Keabadian sayup mengecup..

Saput batinku meluruh..
Tatapmu sekilas dan sungguh..
Bersama engkau, aku hanya kepala tanpa rencana..
Telanjang tanpa kata-kata..
Cuma kini..
Tinggal sunyi..
Dan waktu perlahan mati..

Dimensi tak terbilang dan tak terjelang.
Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya segala percabangan.
Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta.
Berpisah menjadikan aku tanya dan engkau jawabnya.
Berdua kita berkejaran tanpa pernah lagi bersua..

Mencecapmu lewat mimpi..
Terjauh yang sanggup kujalani..
Meski hanya satu malam dari ribuan malam..
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku..
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku..

Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau.
Setiap nafas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita.
Engkau membuatku putus asa dan mencinta,
Pada saat yang sama.

Bara yang membakar nadiku kini,
Magi yang menyulap semestaku ini,
Hanya singgah untuk musnah,
Tersihir, tersiksa, tersia-sia,
Di antara angkara,
Dua kutub yang berbeda,
Kita meregang,
Tak berkesudahan..

Di ufuk engkau terbenam, aku terbit..
Di teluk engkau tenggelam, aku pasang..
Sejauh apapun garis waktu engkau tempuh..
Hadirku selalu di balik matamu..
Seluas apapun ruang yang engkau rengkuh..
Cintaku selalu di luar sadarmu..

Akulah awal dan engkaulah akhir..
Meniadakan kita berdua..
Adalah satu-satunya cara kita bisa bersama...

Mount Butler ' 1906